Rubrik Power Of Mind Radar Bali : Mengapa Mesti Marah?
Edisi Minggu, 1 November 2020
Marah memang salah satu emosi manusia yang sulit dikendalikan, apalagi kalau sudah melihat sesuatu yang menjengkelkan hati. Namun, mengapa harus marah?
Umumnya, kemarahan dianggap sebagai reaksi yang tidak baik, apalagi yang sampai mengamuk. Rasa marah bisa diakibatkan oleh peristiwa internal maupun eksternal, atau kekhawatiran dalam menyelesaikan masalah.
Biasanya, ketika marah, orang-orang di sekitar kerap mengingatkan untuk menahan amarah tersebut, atau menghilangkannya.
Marah tak selalu buruk, bahkan kadang diperlukan. Jika dilakukan dengan benar, ada manfaat kesehatan yang bisa didapat.
Penulis “Smarter Faster” dan “The Power of Habit” dari Men’s Health yang juga mengantongi penghargaan Pulitzer mengatakan, tak masalah jika meluapkan rasa marah. Charles menghabiskan waktu selama setahun untuk meneliti penyebab kemarahan yang paling umum di Amerika Serikat, terutama dalam iklim politik di sana yang cenderung “panas”. Hasilnya cukup membuatnya terkejut: kemarahan tak selalu seburuk yang selama ini orang-orang katakan.
Ternyata marah juga kadang diperlukan, justru jangan hanya dipendam hingga akhirnya terjadi ledakan emosi yang tak terkontrol. Marah yang diekspresikan pada tempatnya dan tidak berlebihan, mampu memperkuat kemampuan seseorang dalam kondisi yang penuh tekanan.
Perasaan pun setelahnya jadi lega. Namun ingat, jangan terlalu sering marah-marah. Bisa-bisa orang-orang di sekitar menjauh dan tanpa disadari tak ada lagi yang mau dekat-dekat lagi dengan kita.
Orang akan melakukan berbagai cara untuk bahagia. Tapi, kebahagiaan bukan berarti harus menyembunyikan kemarahan. Ada kalanya perlu melepaskan kemarahan ketika perlu. Tapi, bukan berarti harus memaksakan diri untuk marah atau menjadi pemarah.
Memang manusia diperlukan untuk tetap tenang dalam menanggapi sesuatu hal, bukan langsung bereaksi. Terkadang ini memang bisa dilakukan, tetapi ternyata marah juga diperlukan. Ini merupakan emosi yang harus digunakan dan tak ditekan.
Dawn Rosenberg McKay, penulis The Everything Practice Interview Book, mengatakan, kemarahan merupakan emosi yang menjadi reaksi terhadap ancaman nyata. Secara fisiologis, marah membuat jantung berdetak cepat, pipi memerah, dan rahang mengepal.
Menurutnya, kemarahan bisa menimbulkan rasa sakit hati. Hal ini juga bisa membuat seseorang kurang produktif di tempat kerja karena menyebabkan stres yang pada gilirannya menyebabkan sakit dan tidak produktif.
Yang benar adalah kita harus belajar untuk menggunakan energi yang diciptakan oleh kemarahan dengan cara yang positif, marah itu manusiawi tetapi marah-marah adalah keliaran emosi dalam pikiran bawah sadar yang tidak boleh dibiarkan berlarut karena akan tertimbun dan menjadi sakit psikis dan lama kelamaan akan berefek bagi kesehatan fisik seseorang.
Jika memang ternyata tidak mampu lagi mengelola emosi atau kemarahan, ada baiknya anda memerlukan bantuan seorang hipnoterapis untuk membantu membuang sampah-sampah emosi agar pikiran kembali fresh dan kembali bisa jernih dalam menghadapi semua permasalahan.