Rubrik Power of Mind Radar Bali : Tetap Bertahan Meski Terus Disakiti
Edisi Minggu, 11 April 2021
Ditulis Oleh :
Santy Sastra (@santysastra)
Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI
Indonesia's Mindset Motivator
Sering kaum wanita datang kepada saya dan mengeluh tentang pasangannya yang bolak-balik menyakitinya, kembali mengulangi kesalahan yang sama, padahal sudah dimaafkan berkali-kali. Dan anehnya, si wanita tetap saja kembali luluh dan bertahan dengan pasangannya tersebut.
Secara umum, wanita memang lebih mudah memaafkan pasangan saat melakukan kesalahan. Tidak sedikit juga yang rela kembali dan bertahan di sisi pasangan walau tahu bahwa itu artinya dia harus menahan rasa sakit hati lagi.
Alasan terlalu cinta atau bucin ( budak cinta ) istilah sekarang memang bisa membuat wanita mudah luluh dan memaafkan pasangannya. Padahal sudah berkali-kali disakiti dan dibohongi. Cinta juga yang menjadi alasan untuk bertahan, sambil berharap pasangan bisa melihat kasih sayang yang begitu besar dari wanitanya dan memutuskan untuk memperlakukannya dengan lebih baik.
Padahal sebenarnya cinta tidak hanya tentang perasaan, tapi juga logika. Cinta yang terlalu dalam hingga membenarkan apapun perlakuan pasangan bukanlah cinta yang sehat dan seimbang dengan logika. Setiap wanita itu berharga, dan pantas diperlakukan dengan baik. Jika dikatakan cinta selalu bisa membuat wanita memaafkan kelakuan buruk pasangannya, itu benar. Maka maafkanlah tapi jangan mau diperlakukan buruk kembali. Bertahan dan menerima semua kesakitan itu bukanlah pilihan yang baik untuk menjalani hidup.
Bagi beberapa orang, keluar dari suatu hubungan yang telah terjalin lama adalah hal yang menakutkan. Sehingga muncul pertimbangan bahwa lebih baik bertahan dan berharap semoga pasangan bisa berubah, daripada meninggalkan dan memulai sebuah hubungan baru.
Anak adalah alasan utama wanita untuk bertahan walau pasangannya berkali-kali menyakiti. Tentu ini terjadi pada wanita yang telah menikah. Mereka merasa bahwa anak mungkin saja akan mengubah tabiat pasangan menjadi lebih baik. Hal lainnya adalah rasa takut berpisah karena takut akan menyakiti hati anak-anak.
Tentu saja anak akan tersakiti ketika orang tuanya berpisah. Karena tidak mudah juga membesarkan anak dengan kondisi keluarga yang broken home. Tetapi jika dipikir lebih mendalam apakah anak juga akan bahagia melihat kondisi hubungan orang tuanya tidak sehat . Jangan lupakan juga bahwa mereka adalah peniru ulung, dan sosok ayah adalah tokoh pertama yang mereka tiru tingkah lakunya. Tentu akan lebih membahayakan jiwanya dan terekam dalam pikiran bawah sadarnya jika dia melihat kelakuan buruk sang ayah setiap hari dan akhirnya menirunya saat dewasa.
Memiliki pasangan yang terus mengulang kesalahan sama lebih berpotensi membuat menderita daripada bahagia. Karena hubungan yang sehat dan saling menyayangi semestinya juga harus diiringi dengan saling menjaga dan menghargai.
Tetapi jika ternyata anda lebih memilih bertahan, maka yang harus dilakukan adalah harus siap dengan segala konsekwensinya. Melakukan Self Talk dengan sugesti yang mendalam di pikiran bawah sadar bahwa semakin disakiti membuat jiwa menjadi kuat dan meyakini bahwa kesakitan-kesakitan itu justru mencabut karma-karma buruk masa lalu dan ujian yang memang harus dilalui. Diberikan baju rompi anti peluru yang tahan dari terjangan peluru dan menjadi kebal dengan segala terpaan badai.
Selalu melakukan afirmasi sebelum tidur dan sesudah bangun tidur bahwa semua pasti akan berlalu dan semua pasti akan berakhir indah. Untuk menguatkan itu dan mengoptimalkan kekuatan pikiran bawah sadar ada baiknya anda meminta bantuan teraphis yang anda percayai.