Rubrik Power of Mind Radar Bali : Memahami Pikiran dan Perasaan yang Membuat Bahagia
Edisi Minggu, 7 November 2021
Ditulis Oleh :
Santy Sastra (@santysastra)
Putu Suprapti Santy Sastra, SH., CHt., CI
Indonesia's Mindset Motivator
MANAJEMEN pikiran dan perasaan adalah kemampuan untuk mengkordinasikan fungsi pikiran dan perasaan dalam kehidupan manusia. Pikiran disebut akal adalah daya pikir untuk pemecahan masalah. Pikiran diartikan sebagai kemampuan memahami sesuatu.
Pikiran memiliki tingkat kualitas dan bergantung pada tiap individu. Semakin banyak pengetahuan dan pandai menghubungkan data, maka akan bertambah baik.
Perasaan berasal dari kata dasar rasa yang berarti tanggapan indera terhadap rangsangan. Contohnya rasa manis, asam, perih, pahit dan sakit. Karena itu perasaan diartikan sebagai hasil perbuatan menggunakan indera.
Perasaan juga memiliki arti yang berhubungan dengan sisi kejiwaan atau psikologi. Keadaan batin atau gejolak jiwa sewaktu menghadapi sesuatu. Contoh perasaan cinta, sayang, marah dan dengki. Hal ini dapat disamakan dengan emosi.
Pikiran berguna memahami sesuatu, perasaan digunakan merasakan keadaan. Apabila ingin memahamitetapi menggunakan perasaan, niscaya tak akan pernah paham. Merasakan sesuatu, tak bisa hanya dengan memikirkannya saja.
Faktanya, manusia tidak dapat mengabaikan salah satu dari kedua hal tersebut. Penggunaan perasaan tanpa adanya dukungan dari pikiran akan menimbulkan malapetaka. Tidak hanya dapat mengandalkan pikirannya saja.
Seorang cendekiawan yang fokus pada penelitiannya sehingga mengabaikan unsur perasaan, seperti kasih sayang keluarga, indahnya pemandangan alam, dan kelezatan makanan. Dampaknya, akan mudah resah, gelisah, kehampaan hati, bahkan penyakit menghampiri.
Penggunaan perasaan yang baik harus selalu didasari pertimbangan pikiran. Penggunaan pikiran yang baik senantiasa diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan perasaan.
Pemecahan masalah atau pengambilan keputusan dengan metode yang tepat, adalah pengumpulan data. Pengolahan melalui proses berpikir untuk menemukan kebenaran, menggunakan perasaan untuk menentukan etika.
Berpikir dulu baru merasakan, jangan merasakan dulu baru berpikir.
Konsep ini berlaku, tidak hanya sebagai subyek, tetapi juga obyek. Sebagai subyek, dalam melakukan sesuatu, selalu memikirkan tindakan terbaik yang diperbuat dengan berbagai pertimbangan rasional dan jalan yang beretika luhur.
Sebagai obyek, apabila menerima perlakuan dari orang lain, hendaknya tidak langsung dirasakan, tetapi dipikirkan dahulu apa yang melatar belakangi orang tersebut berbuat demikian.
Manajemen pikiran dan perasaan yang baik menentukan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. (***).